Senin, 17 November 2014

Sejarah Hindu Indonesia


Sejarah agama Hindu pertama kalinya mulai berkembang di lembah Sungai Shindu di India. Di lembah sungai ini para Rsi menerima wahyu dari "Sang Hyang Widhi" (Tuhan) dan diabadikan ke dalam bentuk Kitab Suci Weda. Dari lembah Sungai Sindhu, ajaran Agama Hindu menyebar ke seluruh pelosok dunia, yakni ke India Belakang, Asia Tengah, Tiongkok, Jepang dan akhirnya sampai ke Indonesia. Ada beberapa teori dan pendapat tentang masuknya ajaran Agama Hindu di Indonesia. Seorang ahli Belanda bernama Krom, melalui teori Waisya di dalam bukunya yang berjudul "Hindu Javanesche Geschiedenis", menyebutkan bahwa masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia adalah melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh golongan pedagang (Waisya) India. Pada tahun 1912, seorang ahli dari India bernama Mookerjee, menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia dibawa oleh para pedagang India dengan armada yang besar. Setelah sampai di pulau Jawa (Indonesia) mereka mendirikan koloni dan membangun kota-kota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari tempat inilah mereka sering mengadakan hubungan dengan India. Jalinan hubungan yang berlangsung selama itu maka terjadilah penyebaran agama Hindu di Indonesia. Pendapat lain juga dikemukakan dua ilmuwan Belanda terkenal yaitu Moens dan Bosch, yang menyatakan bahwa peranan kaum Ksatrya sangat besar pengaruhnya terhadap penyebaran agama Hindu dari India ke Indonesia. Demikian pula pengaruh kebudayaan Hindu yang dibawa oleh para rohaniawan Hindu India ke Indonesia.
Data peninggalan sejarah menyebutkan bahwa "Rsi Agastya" yang menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia. Data ini ditemukan sebagai bukti yang terdapat pada beberapa prasasti di pulau Jawa dan lontar-lontar di pulau Bali, yang menyatakan bahwa Rsi Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia melalui Sungai Gangga, Yamuna, India Selatan dan India Belakang. Karena begitu besar jasa-jasa Rsi Agastya dalam penyebaran ajaran Agama Hindu, maka namanya disucikan di dalam prasasti, antara lain Prasasti Dinoyo yang berada di Jawa Timur dan bertahun Saka 628, dimana seorang patih raja yang bernama Gajahmada membuatkan pura suci untuk Rsi Agastya, dengan maksud untuk memohon kekuatan suci dari beliau (Rsi Agastya). Dan Prasasti Porong di Jawa Tengah bertahun Saka 785, juga menyebutkan keagungan serta kemuliaan jasa-jasa Rsi Agastya. Mengingat kemuliaan Rsi Agastya, maka terdapat istilah atau julukan yang diberikan untuk beliau, diantaranya Agastya Yatra yang artinya perjalanan suci Rsi Agastya yang tidak mengenal kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma. Dan julukan Pita Segara, yang artinya "Bapak dari Lautan" karena beliau yang mengarungi lautan luas demi untuk Dharma.
Masuknya agama Hindu ke Indonesia diperkirakan terjadi pada awal tahun Masehi. Hal ini diketahui dengan adanya bukti tertulis atau peninggalan purbakala pada abad ke-4 Masehi dengan ditemukannya 7 buah "yupa" peninggalan kerajaan Kutai di Kalimantan. Dari 7 buah yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada saat itu yang menyatakan bahwa: "Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman". Keterangan lain yang menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja Dewa Siwa, dan tempat itu disebut dengan "Vaprakeswara". Masuknya ajaran Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang sangat besar, yaitu berakhirnya jaman prasejarah di Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan agama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Weda, dan juga munculnya kerajaan-kerajaan yang mengatur kehidupan agama pada suatu wilayah.
Selain di kerajaan Kutai (pulau Kalimantan), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan ditemukannya 7 buah prasasti, yaitu prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti-prasasti tersebut tertulis dalam bahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa. Dari prasasti-prasasti tersebut didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa "Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu". Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Purnawarman di kerajaan Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa.
Selanjutnya, agama Hindu juga berkembang di Jawa Tengah dengan terbukti adanya Prasasti Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti tersebut berbahasa Sansekerta yang memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti Tukmas ini menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, yang diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi. Pernyataan lain disebutkan juga dalam Prasasti Canggal, yang berbahasa Sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti ini dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Saka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala yang berbunyi: "Sruti indriya rasa". Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa sebagai Tri Murti. Adanya Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi, juga merupakan bukti adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah.
Sedangkan di Jawa Timur, perkembangan agama Hindu dibuktikan dengan adanya Prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Malang yang berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Weda, para Brahmana, para pendeta dan rakyatnya. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan. Dan Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang yang merupakan peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur. Pada tahun 929 hingga 947 Masehi, muncullah Mpu Sendok yang berasal dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian sebagai pengganti Mpu Sendok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya muncullah Airlangga yang memerintah Kerajaan Sumedang tahun 1019 hingga 1042 Masehi, yang merupakan penganut agama Hindu yang setia. Setelah dinasti Isana Wamsa di Jawa Timur muncul kerajaan Kediri pada tahun 1042 hingga 1222 Masehi, sebagai kerajaan yang mengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak menghasilkan karya-karya sastra Hindu, seperti kitab-kitab Smaradahana, Bharatayudha, Lubdhaka, Wrtasancaya dan Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari yang jaya pada tahun 1222 hingga 1292 Masehi. Pada jaman kerajaan ini berdiri Candi Kidal, Candi Jago dan Candi Singosari sebagai bukti peninggalan agama hindu. Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul Kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan terbesar yang meliputi seluruh Nusantara. Masa keemasan Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan keagamaan Hindu saat itu. Hal ini terbukti dengan adanya Candi Penataran sebagai bangunan suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga dengan kemunculan buku Negarakertagama.

HARI RAYA GALUNGAN DAN KUNINGAN

Perayaan Hari Raya Galungan identik dengan penjor yang dipasang di tepi jalan, menghiasi jalan raya yang bernuansa alami. Di jaman modern ini, apalagi sebagai tujuan pariwisata, pulau Bali kerap disorot sebagai pulau yang indah sekaligus religius. (Penjor adalah bambu yang dihias sedemikian rupa sesuai tradisi masyarakat Bali setempat).
Hari Raya Galungan ialah hari dimana umat Hindu memperingati terciptanya alam semesta jagad raya beserta seluruh isinya. Serta merayakan kemenangan kebaikan (dharma) melawan kejahatan (adharma). Sebagai ucapan syukur, umat Hindu memberi dan melakukan persembahan pada Sang Hyang Widhi dan Dewa Bhatara (dengan segala manifestasinya).Penjor yang terpasang di tepi jalan (setiap rumah) sendiri merupakan aturan ke hadapan Bhatara Mahadewa

  • Arti kata Galungan
Diambil dari bahasa Jawa Kuna yang berarti bertarung. Biasa disebut juga “dungulan” yang artinya menang. Perbedaan penyebutan Wuku Galungan (di Jawa) dengan Wuku Dungulan (di Bali) adalah sama artinya, yakni wuku yang kesebelas.
  • Kapan Galungan dirayakan pertama kali
Asal usul Hari Raya Galungan memang sulit dipastikan kapan tepatnya pertama kali diadakan, oleh siapa dan dimana. Namun menurut Drs. I Gusti Agung Gede Putra selaku mantan Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama RI mempekirakan Hari Raya Galungan sudah dalam dirayakan oleh umat Hindu di seluruh Indonesia sebelum populer di Pulau Bali.
Tapi menurut lontar Purana Bali Dwipa, Hari Raya Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat (Budha Kliwon Dungulan) di tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804. Lontar tersebut berbunyi: “Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya.” Artinya: “Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka.”
Galungan dan Kuningan dirayakan sebanyak dua kali dalam setahun kalender Masehi (kalender yang biasa kita pakai). Jarak antara Galungan dan Kuningan sendiri ialah 10 hari. Perhitungan perayaan kedua hari raya tersebut berdasarkan kalender Bali.Galungan setiap hari Rabu pada wuku Dungulan. Sementara Kuningan setiap hari Sabtu pada wuku Kuningan. Di tahun 20114, Galungan dirayakan pada 21 Mei 2014, Kuningan di tahun 2014 dirayakan pada 31 Mei 2014.
Pada hari Jumat Wage Kuningan yang juga disebut hari Penampahan Kuningan. Dalam lontar Sundarigama sebenarnya tidak disebutkan upacara yang mesti dilangsungkan pada hari ini, hanya berupa anjuran untuk melakukan kegiatan rohani yang dalam lontar disebutkan Sapuhakena malaning jnyana (lenyapkanlah pikiran yang buruk/kotor). Keesokan harinya yakni Sabtu Kliwon atau disebut Kuningan, dalam lontar Sundarigama disebutkan, upacara menghaturkan sesaji pada hari ini hendaknya dilaksanakan pada pagi hari. Serta menghindari menghaturkan upacara lewat tengah hari. Mengapa? Karena pada tengah hari para Dewata dan Dewa Pitara “diceritakan” kembali ke Swarga (Dewa mur mwah maring Swarga).

Hari Raya Nyepi

Pelaksanaan Hari Raya Nyepi di Indonesia
 
  
  1. Pendahuluan.
    1. Pengertian
      Hari raya Nyepi adalah perayaan hari tahun baru saka yang jatuh pada penanggal apisan sasih Kedasa (eka sukla paksa Waisak) sehari setelah tilem Kesanga (panca dasi Krsna Paksa Caitra).
    2. Hakekat.
      Penyucian bhuwana agung dan bhuwana alit (makro dan mikrokosmos) untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin (jagadhita dan moksa), terbinanya kehidupan yang berlandaskan satyam (kebenaran), siwam (kesucian), dan sundaram (keharmonisan/ keindahan).

  2. Latar belakang sejarah.
    1. Penobatan Raja Kaniskha I.
      Tahun baru çaka mulai diresmikan pada penobatan raja Kaniskha dan dinasti Kushana pada tahun 78 Masehi.
    2. Tahun çaka di Indonesia.
      Pada zaman dahulu, berdasarkan berbagai daftar prasasti hanya dikenal tahun çaka saja. Menurut Negarakertagama, pada zaman Majapahit pergantian tahun çaka (bulan Caitra ke Waisaka) dirayakan secara besar-besaran.

  3. Rangkaian hari raya Nyepi.
    1. Melasti.
      Melasti disebut juga melis atau mekiyis bertujuan untuk melebur segala macam kekotoran pikiran, perkataan dan perbuatan, serta memperoleh air suci (angemet tirta amerta) untuk kehidupan yang pelaksanaannya dapat dilakukan di laut, danau, dan pada sumber/ mata air yang disucikan. Bagi pura yang memiliki pratima atau pralingga seyogyanya mengusungnya ke tempat patirtan tersebut di atas. Pelaksanaan secara ini dapat dilakukan beberapa hari sebelum tawur.
    2. Tawur.
      Upacara tawur bertujuan untuk menyucikan dan mengembalikan keseimbangan bhuwana agung dan bhuwana alit baik sekala maupun niskala. Upacara ini dilakukan pada sandikala (pagi, tengah hari, sore). Tilem Caitra, sehari sebelum hari raya Nyepi.
      Catatan :
      Ketentuan upakara atau sesajen melasti dan tawur di atas melengkapi ketetapan- ketetapan pelaksanaan Nyepi terdahulu, yang disesuaikan dengan desa, kala, patra, (daerah/ tempat, waktu, dan keadaan).
    3. Hari raya Nyepi.
      Sesuai dengan hakekat hari raya Nyepi maka umat Hindu wajib melaksanakan catur brata nyepi.
    4. Ngembak Geni.
      Hari Ngembak Geni jatuh sehari setelah Hari Raya Nyepi sebagai hari berakhirnya brata Nyepi.
      Hari ini dapat dipergunakan melaksanakan dharma santi baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat.

  4. Brata hari raya Nyepi.
    Sesuai dengan hakekat hari raya Nyepi tersebut di atas, maka umat Hindu wajib melakukan tapa, yoga, dan semadi. Brata tersebut didukung dengan catur brata Nyepi, sebagai berikut :
    1. Amati Geni, tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu.
    2. Amati karya, yaitu tidak melakukan kegiatan kerja jasmani melainkan meningkatkan kegiatan menyucikan rohani.
    3. Amati lelungaan, yaitu tidak bepergian melainkan melakukan mawas diri.
    4. Amati lelanguan, yaitu tidak mengobarkan kesenangan melainkan melakukan pemusatan pikiran terhadap Ida Sanghyang Widhi.
    Brata ini mulai dilakukan pada saat matahari "Prabrata" fajar menyingsing sampai fajar menyingsing kembali keesokan harinya (24 jam).


  5. Dharma Santi.
  1. Lingkungan keluarga.
    Dharma Santi dapat dilakukan berupa kunjung mengunjungi dalam keluarga dalam usaha menyampaikan ucapan selamat tahun baru dan terbinanya kerukunan dan perdamaian. Pelaksanaan dharma santi ini dapat dilaksanakan pada hari Ngembak Geni dan beberapa hari sesudah itu.
  2. Masyarakat.
    Dharma santi dengan lingkungan masyarakat hendaknya dilakukan dengan: Dharma wacana, dharma gita (lagu- lagu keagamaan/ kidung, kekawin, pembacaan sloka, dharma tula (diskusi) persembahyangan, pentas seni yang bernafaskan keagamaan, serta memberikan "punia" kepada yang patut menerimanya,
Om Swastiastu 
                                                                       DEFINISI LEAK



Seperti hal nya dilain tempat ada kepercayan tentang hantu , yang di percaya oleh masyarakat setempat sebagai hal yang menakutkan. Masyarakat bali juga sama dan mempunyai kepercayaan tentang dunia dunia gaib yang luar biasa. Masyarakat bali sangat percaya dengan ada nya Leak ,walau sangat jarang bisa membuktikannya zaman sekarang. " Apa sebenarnya Leak ?? "
orang orang awam akan menyebut leak sebagai hantu. tapi menurut definisi katanya leak berasal dari kepanjangan lingganing aksara (bahasa Bali), yang berarti tempat aksara aksara suci.
Sebenarnya Leak bukan lah hantu seperti kebanyakan orang menganggap sebagai hantu. Leak  adalah perubahan wujud manusia ke wujud yang di inginkan melalui kekuatan suci tuhan yang diperoleh dengan penggabungan aksara aksara suci Tuhan dalam diri seorang manusia melalui sebuah prosesi tertentu . Leak merupakan suatu ilmu kuno yang diwariskan oleh leluhur Hindu di Bali. Kekuatan suci itu akan dapat dipakai oleh siapa pun ,asal dia mempelajari kitab kitab  pengeleakan  yang ada .
Dalam aksara Bali tidak ada yang disebut dengan leak, yang ada adalah “Lia Ak yang berarti lima aksara (memasukkan dan mengeluarkan kekuatan aksara dalam tubuh melalui tata cara tertentu). Kekuatan aksara ini disebut “Panca Gni Aksara”, siapapun manusia yang mempelajari kerohanian merek apapun apabila mencapai puncaknya dia pasti akan mengeluarkan cahaya (aura).
Cahaya ini bisa keluar melalui lima pintu indra tubuh; telinga, mata, mulut, ubun-ubun, serta kemaluan. Pada umumya cahaya itu keluar lewat mata dan mulut, sehingga apabila kita melihat orang ngelekas di kuburan atau tempat sepi, api seolah-olah membakar rambut orang tersebut.
Wujud leak sebenarnya tidak monoton ,wujud nya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang yang menguasi ilmu ini dan sesuai dengan tingkat atau level ilmunya . Wujud wujud  antara lain ;Wujud standar
  • Rangda
Rangda merupakan bentuk atau wujud leak yang sangat mengerikan. dengan gigi gigi besar dan menonjol keluar, lidah amat panjang yang mengeluarkan api ,diatas ubun ubun juga mengeluarkan api dan dengan rambut terurai panjang dan agak gimbal. Rangda sebenarnya  adalah wujud ratu dari para leak. dalam wujud ini tak ada kekuatan gaib lain yang dapat menandinginya sesuai dengan  mitologi hindu . cerita itu bernama Calonarang. dalam akhir cerita itu Rangda dikisahkan bertarung dengan Barong ( wujud mirip barong sai). dalam hal ini Rangda sebagai simbol jahat dan Barong  simbol baik. namun pertarungan itu tidak berakhir dengan kemenangan atau kekalahan dari salah satunya.


Celuluk
Celuluk adalah wujud Leak yang mirip rangda tapi dengan kepala botak dan rambut panjang di bagian belakang , susu besar dan panjang,mata menjorok kedalam dan besar dan kuku kuku panjang  dan berbulu. dalam cerita Calonarang celuluk merupakan anak buah dari Rangda.Karena dalam setiap aksinya  celuluk selalu mengeluarkan gaya khas nya . Sehingga dalam masyarakat bali  dikenal istilah Celuluk nengkleng ( mengangkat satu kaki)
  • Bojog

Bojog atau kera . wujud ini adalah wujud paling standar . bagi yang baru belajar  ilmu leak . wujud bojog atau kera adalah wujud wajib yang harus di kuasai sebelum berubah  atau meningatkan level ilmu leak nya. 
Berbagai wujud  menurut keinginan
 Bila seseorang  menguasai ilmu leak hampir sempurna , maka dia bisa merubah dirinya menjadi berbagai wujud benda .,benda mati , elektronik,alat transportasi ,pohon  dan lain lain. contoh bentuk ini misalnya : motor , pesawat terbang. batu. anjing . dan  miliaran bentuk lainnya .karena bentuknya berdasarkan pikirannya atau imajinasi nya . bentuk nya juga bisa mempengaruhi kemampuanya , misalnya pesawat terbang  , dan memang benar benar terbang
3. Wujud menurut warna
Dalam ajaran Hindu tiap arah mata angin mempunyai warna warna dan dewa penguasa masing masing . sehinga bila menuruti pakem pakem tertentu dalam prosesi perubahan wujud maka akan dihasilkan berbagai warna. contoh nya Leak Barak ( warna merah) warna merah berada di arah selatan . leak poleng (banyak warna) berada di tengah  , leak selem (hitam)  berada di utara dan lainnya 
4. Wujud menurut level ilmunya
  •  Level tinggi . contohnya Sampian emas , Jaka pungel,Rangda
  • level menengah . contohnya ; leak barak, kucing ,dl
  • level bawah .  contoh ; bojog / kera, anjing ,dll
LEAK MATAH
 Leak matah adalah wujud leak setengah jadi . Perwujudan ini didapat dari adanya orang yang mengetahui atau mengintip dalam proses perubahan wujud nya. baisanya orang yang mengintip atau dengan tidak sengaja melihat proses itu adalah bukan orang sembarangan atau orang yang mempunyai perjanjian spiritual tertentu  , sehinggga proses perubahan wujud nya tidak berjalan sempurna . Bentuknya biasanya berupa manusia biasa dengan mata mengeluarkan api dengan memakai sarung diatas lutut saja .
6. Wujud berdasarkan sastra pengeleakan( buku suci ilmu leak)
  • Ajewere
Nomor satu sampai lima wujud leak adalah menurut orang awam. 


Tanda Tanda  ada leak
 Dalam mempelajari ilmu leak ,seseorang harus menyembunyikan atau merahasiakan kegiatannya itu . karena semua itu tertuang dalam kitab atau buku suci ilmu itu. Bila seseorang membocorkan rahasianya itu maka dia akan dikenai sebuah  kutukan . Dalam hal ini mengapa orang orang awam hanya akan bisa menerka nerka siapa orang yang menguasai ilmu leak. Tapi bagi orang  yang menguasai spiritual atau iman yang hebat dapat dengan mudah mengetahui orang yang menguasai ilmu leak .  Dikarenakan ilmu ini  sangat dirahasiakan pemiliknya kadang seseorang yang bertemu leak  pada suatu malam tertentu dikarenakan suatu kebetulan atau ada juga yang memang sengaja menunjukan wujudnya pada orang  yang di inginkan .
Dalam ritual merubah diri atau menggunakan ilmu leak , maka orang itu akan melindungi dirinya dengan sebuah  pelindung gaib (pasirep ,panangkeb, sengker ). Pelindung gaib ini mempunyai radius lebih dari 200 meter. maka bila ada seseorang dalam radius ini maka dia akan merasa takut dan mempengaruhi pikirannya untuk tidak mendekat daerah atau pusat  leak itu. bila orang yang ada dalam radius pelindung gaib ini adalah orang yang beriman maka dia akan mendapat firasat,baik dalam bentuk pikiran atau suara aneh ,sesuai dengan daya tangkap orang itu . Radius  kekuatan gaib ini juga dapat mempengaruhi binatang disekitar nya , semua binatang yang sering mengeluarkan suara suara pada malam hari (anjing atau srigala ) akan mendadak diam. tapi sebelum pelindung gaib ini di keluarkan , anjing  disekitar nya akan mengaung  panjang dan kodok rumah akan ribut .

Waktu dan tempat leak
Biasanya dalam mempraktekan atau menjalan kan ilmu leak ada aturan waktu waktu tertentu yang harus di turuti ,ini berdasarkan pakem pakem dalam buku suci leak itu.
 Berdasarkan jam nya ,leak  keluar pada jam 6 sampai 8 malam yang mana waktu ini disebut sandiakala. Tengahlemeng sekitar  jam 12 malam . liak kelemahan antara jam 4 pagi . Di zaman sekarang ini  sangat jarang sekali bahkan tidak ada perubahan wujud pada siang hari ini dikarenakan untuk sangat merahasiakan nya namun ilmunya bisa dipakai kapan saja.  
Berdasarkan hari sucinya , menurut kalender hindu ada hari khusus pemujaan kepada dewa tertingi pengusa ilmu leak (Bhatari Dhurga) yang namanya hari kajengkliwon . Namun biasanya pada hari ini orang biasanya  orang yang mengusai  ilmu leak akan memuja Dewa nya . Dan sehari  sebelum kajengkliwon itulah para leak akan mencari atau menjalankan apa yang tertuang dalam kitab sucinya agar bisa dipersembahkan besok harinya pada hari Kajangkliwon dan hari ini disebut Magpag kajangkliwon . Magpag kajangkliwon adalah  hari dimana sebenarnya leak itu berkeliaran .
Tempat leak , dalam kitab sucinya saja sudah melarang orang yang mempelajari leak untuk tidak diketahui jati dirinya oleh orang lain . Maka dalam  pemilihan tempat , akan dicari tempat yang sepi misalnya daerah kuburan dan juga pemilihan tempat angker . pemilihan tempat angker bertujuan agar tidak ada orang yang datang ketempat itu . menurut satra leak ( buku sucinya ) ada pakem  tertentu yang harus di turuti dalam pemilihan tempat  
DEWI PENGUASA ILMU LEAK
Bhatari Dhurga (DEWI DHURGA)  adalah dewi penguasa ilmu leak. sosok nya digambarkan sangat seram den menakutkan . wujud RANGDA sering  dipakai sebagai simbol Dewi ini . Dewi Dhurga  bersetana atau dipuja di Pura Dalem oleh masyarakat Hindu Bali . Dalam mitologi hindu Dewi Dhurga adalah sakti ( istri ) Dewa Siwa . Dalam perwujudan  biasa atau tidak dalam mengeluarkan kesaktian nya  Dewi  Dhurga adalah sosok Dewi yang berwajah cantik , bersifat keibuan , dan anggun . Di ceritakan dahulu kala Dewi Dhurga menghukum anaknya yang nakal , tapi Dewa Siwa menganggap Dewi Dhurga sangat kejam maka Dewa Siwa mengutuk Dewi Dhurga turun Kedunia Dengan wajah yang menyeramkan dan ditugaskan menghukum orang orang yang berbuat jahat.

CARA  BISA MENJADI LEAK
Agar dapat menguasai atau memiliki ilmu leak dapat ditempuh dengan berbagai cara :
1. Dengan Belajar
Belajar disini dimaksud belajar dari tuntunan seorang guru yang menguasai ilmu leak dan belajar dari buku sucinya sendiri . Dalam hal ini setiap orang akan bisa menguasai ilmu ini kalau dia mau mempelajarinya . bila mempelajari nya  dari bukunya harus berhati hati karena  orang yang ingin belajar itu harus memenuhi kriteria tertentu dan harus melakukan prosesi tertentu agar tidak menjadi gila .  walau yang di pelajari bukan buku asli (ental pengeleakan) atau pun kopian nya.
nugrah dari Dewa Dewa

Mungkin seseorang mempunyai jasa jasa dalam bidang spiritual atau lain hal maka dewa / dewi penguasa ilmu leak akan memberikanya kekuatan leak .Dalam hal ini hanya orang orang terpilih dan berjodoh bisa mendapatkannya .
3. Warisan
Bilamana manusia yang menguasai ilmu leak mati dia akan mewariskan ilmunya pada siapa pun yang mau  atau  dikehendakinya atau juga anak cucunya .  Apapun yang dipelajari orang dalam agama Hindu tujuannya adalah mencapai kesempurnaan abadi ( Moksatham jagathita ya ca iti dharma ). Orang yang mempelajari ilmu leak juga sama , bila setelah mempelajari  dia bisa mencapai kesempurnaan dia tidak akan mati , melainkan roh dan jiwanya akan menyatu  dengan tuhan tanpa meninggalkan bekas apa pun . Tapi bila orang yang mempelajari ilmu leak mati sebelum mencapai kesempurnaan ilmunya ini harus ada penerusnya , kalau tidak arwah nya akan terikat di pilar bangunan rumahnya (saka baledangin) dan harus menunggu sekian ratus tahun agar arwah nya bisa kembali ke akhirat. Bila penerusnya itu memang orang yang sudah menguasai ilmu leak maka kemampuannya akan bertambah.
4. Keturunan
Seorang ibu yang menguasai ilmu leak akan menurunkan nya pada salah satu anaknya . secara sadar atau tidak sadar orang itu sudah menguasai ilmu itu . ini akan sangat berbahaya karena bila orangnya tidak sadar dengan keadaan itu . Ilmu leak akan berjalan mengikuti emosi nya. Artinya bila orang itu mempunyai rasa dendam atau benci pada seseorang maka secara otomatis atau tanpa kontrol ilmunya menyerang orang  yang di benci itu.
5. Pengobatan
 seseorang yang menderita sakit tapi tidak dapat di diagnosis secara medis akan beralih pada pengobatan tradisional  atau pada dukun. Dan bila mana lagi penyakit itu tidak kunjung sembuh maka alternatif yang diambil adalah memasukan ilmu leak pada tubuh si pasien agar penyakitnya hilang dan melindungi tubuhnya dari serangan negatif. dan otomatis orang yang sakit ini akan sembuh dan menguasai ilmu leak.


Dari zaman dulu orang sudah menginginkan cara cara instan  termasuk dalam menguasai ilmu tanpa perlu lama lama mempelajarinya . Dia akan mengorbankan uangnya untuk mendapatkan apapun termasuk ilmu  ini tapi mempunyai efek samping .Misalnya ilmunya yang mengontrol dirinya bukan dirinya yang mengontrol ilmunya .

APAKAH LEAK JAHAT
Leak adalah ilmu suci kuno hindu yang bersumber dari  tuhan . Pertama kalinya Tuhan menganugrahi manusia dengan satu kekuatan atau ilmu. Yang mana dalam penggunanya didasarkan sifat manusia zaman itu ,yaitu baik dan buruk . Dalam zaman kuno juga ilmu yang di anugrahi itu di modifikasi  menurut  keperluannya . ada yang di pakai untuk mengobati orang lain ( penengen ) dan ada yang di gunakan untuk menyakiti orang lain pengiwa) . pada zaman sekarang  ke duanya dianggap bertentangan  satu sama lain. Penengen  atau aliran kanan adalah ilmu yang dijalankan oleh para tabib atau dukun sedangkan pengiwa atau aliran kiri  adalah ilmu untuk berbuat jahat atau menyakiti orang lain . bahkan ada juga yang menjalani keduanya secara bersamaan .
sedangkan leak adalah modifikasi  ilmu yang di anugrahi itu  oleh seorang empu yang bernama Empu Baradah . tujuan  menciptakannya sebenarnya bukan Penengen atau pengiwa . tapi dalam penggunaannya tetap terpengaruh pada sifat manusia itu sendiri . tapi dalam ilmu leak yang dipakai untuk menyakiti orang  lain disebut pengiwa (desti,aneluh, anerangjana,) . Dan memang tugas  leak adalah menyakiti atau menghukum perbuatan jahat di dunia. 
Dalam peranan nya di dunia ini kadang manusia tidak akan menuruti atau mengikuti tuntunan agama dan  tugas dalam hidupnya . Leak bila di ibaratkan sebuah belati , maka pengunaannya  akan sesuai dengan keinginan dan sifat manusia itu. Bila yang memegang adalah perampok maka akan dipakai merampok , dan bila yang memegang seorang pembunuh maka akan dipakai membunuh , bila yang memegang seorang pendeta maka mungkin akan disimpan dan dikeluarkan sewaktu waktu hanya untuk mengiris buah .
  Pada cerita Calonarang Leak dipakai untuk menyakiti banyak orang , dari sejak itu ilmu ini mempunyai image negatif sampai sekarang . Terkadang para spiritual yang pada tingkat hampir sempurna tidak akan memamerkan ilmunya seperti amatir walau yang dilakukannya adalah hal terbaik bagi manusia itu takakan pernah kelihatan.


 Bagaimana melindungi diri dari Leak
Untuk terlindungi dari leak atau kekuatan negatif yang lainnya adalah sangat sederhana . Kekuatan apapun  di dunia ini semua adalah ciptaan Tuhan . dan mempunyai fungsi tertentu yang menunjang kelangsungan umat manusia . Leak awal penciptanya adalah diperuntukan untuk menghukum manusia yang berbuat jahat. kita berpikir simpel saja bila kita tidak berbuat jahat maka kekuatan leak juga tidak dapat menghukum atau mengenai kita. Bila mana kenyataanya kita tersakiti oleh kekuatan leak tapi kita yakin kita tidak ada perbuatan yang salah . cobalah berpikir sekali lagi kepercayan hindu tentang kharma phala ( hasil perbuatan ) dan Punarbhawa (reinkarnasi) . dalam reikarnasi hasil perbuatan dulu yang  belum pernah mendapat pahala akan dibawa ke kehidupan selanjutnya . dalam kharma phala juga tertuang tiga hal ;  perbuatan yang dulu mendapat hasil sekarang , perbuatan sekarang mendapat hasil sekarang , dan perbuatan yang akan datang mendapat hasil sekarang. Maka dari itulah bila kita tersakiti atau diserang kekuatan leak sampai membuat anda merasa tersakiti maka jangan lah pernah mengeluh , mungkin anda tidak sadar apa yang pernah dahulu anda lakukan atau yang akan datang anda lakukan .  untuk menghadapi kekuatan negatif  perlu dua hal pemikiran yang real ,. pertama kekuatan negatif tidak akan mampu mengenai kita bila kita orang baik . kedua bertanggung jawab , artinya bila hal negatif mengenai kita walau kita merasa tidak bersalah sat ini ,tapi kita merasa bertanggung jawab terhadap hal yang dulu kita pernah lakukan atau yang akan datang kita akan lakukan.
 
  "Om Shanti, Shanti, Shanti Om"



Om Swastyastu,

Lubdaka adalah seorang kepala keluarga hidup di suatu desa menghidupi keluarganya dengan berburu binatang di hutan. Hasil buruannya sebagian ditukar dengan barang-barang kebutuhan keluarga, sebagian lagi dimakan untuk menghidupi keluarganya. Dia sangat rajin bekerja, dia juga cukup ahli sehingga tidak heran bila dia selalu pulang membawa banyak hasil buruan.

Hari itu  Lubdaka berburu sebagaimana biasanya, dia terus memasuki hutan, aneh pikirnya kenapa hari ini tak satupun binatang buruan yang muncul, dia semua peralatan berburu digotongnya tanpa kenal lelah, dia tidak menyerah terus memasuki hutan. Kalo sampe aku pulang gak membawa hasil buruan nanti apa yang akan dimakan oleh keluargaku..?, semangatnya semakin tinggi, langkahnya semakin cepat, matanya terus awas mencari-cari binatang buruan, namun hingga menjelang malam belum juga menemukan apa yang ia harapkan, hari telah terlalu gelap untuk melanjutkan kembali perburuannya, dan sudah cukup larut jika hendak kembali ke pernaungan.

Ia memutuskan untuk tinggal di hutan, namun mencari tempat yang aman terlindungi dari ancaman bahaya, beberapa hewan buas terkenal berkeliaran di dalam gelapnya malam guna menemukan mangsa yang lelap dan lemah. Sebagai seorang pemburu tentu dia tahu betul dengan situasi ini. Tak perlu lama baginya guna menemukan tempat yang sesuai, sebuah pohon yang cukup tua dan tampak kokoh di pinggir sebuah telaga mata air yang tenang segera menjadi pilihannya.

Dengan cekatan dari sisa tenaga yang masih ada, ia memanjat batang pohon itu, melihat sekeliling sekejap, ia pun melihat sebuah dahan yang rasanya cukup kuat menahan beratnya, sebuah dahan yang menjorok ke arah tengah mata air, di mana tak satu pun hewan buas kiranya akan bisa menerkamnya dari bawah, sebuah dahan yang cukup rimbun, sehingga ia dapat bersembunyi dengan baik. Singkat kata, ia pun merebahkan dirinya, tersembunyikan dengan rapi di antara rerimbunan yang gulita.

Ia merasa cukup aman dan yakin akan perlindungan yang diberikan oleh tempat yang telah dipilihnya. Sesaat kemudian keraguan muncul dalam dirinya. Kalo sampe dia tertidur dan jatuh tentu binatang buas seperti macan, singa, dll akan dengan senang hati memangsanya.

Ia resah dan gundah, badannya pun tak bisa tenang, setidaknya ia harapkan badannya bisa lebih diam dari pikirannya, itulah yang terbaik bagi orang yang dalam persembunyian. Namun nyatanya, badan ini bergerak tak menentu, sedikit geseran, terkadang hentakan kecil, atau sedesah napas panjang. Tak sengaja ia mematahkan beberapa helai daun dari bantalannya yang rapuh, entah kenapa Lubdaka tiba-tiba memandangi daun-daun yang terjatuh ke mata air itu. Riak-riak mungil tercipta ketika helaian daun itu menyentuh ketenangan yang terdiam sebelumnya. Ia memperhatikan riak-riak itu, namun ia tak dapat memikirkan apapun. Beberapa saat kemudian, riak-riak menghilang dan hanya menyisakan bayang gelombang yang semakin tersamarkan ketika masuk ke dalam kegelapan. Ia memetik sehelai daun lagi dan menjatuhkannya, kembali ia menatap, dan entah kenapa ia begitu ingin menatap. Ia memperhatikan dirinya, bahwa ia mungkin bisa tetap terjaga sepanjang malam, jika ia setiap kali menjatuhkan sehelai daun, dan mungkin ia bisa menyingkirkan ketakutannya, setidaknya karena ia akan tetap terjaga, itulah yang terpenting saat ini.

Lubdaka – si pemburu, kini menjadi pemetik daun, guna menyelamatkan hidupnya. Ia memperhatikan setiap kali riak gelombang terbentuk di permukaan air akan selalu riak balik, mereka saling berbenturan, kemudian menghilang kembali. Hal yang sama berulang, ketika setiap kali daun dijatuhkan ke atas permukaan air, sebelumnya ia melihat itu sepintas lalu setiap kali ia berburu, baru kali ia mengamati dengan begitu dekat dan penuh perhatian, bahwa gerak ini, gerak alam ini, begitu alaminya. Sebelumnya, ia mengenang kembali, ketika ia berburu, yang selalu ia lihat adalah si mangsa, dan mungkin si mara bahaya, namun tak sekalipun ia sempat memperhatikan hal-hal sederhana yang ia lalui ketika ia berburu. Lubdaka hanya ingat, bahwa di rumahnya, ada keluarga yang bergantung pada buruannya, dan ia hanya bisa berburu, itulah kehidupannya, itulah keberadaannya.

Ia terlalu sibuk dalam rutinitas itu, ya… sesaat ia menyadari bahwa hidup ini seakan berlalu begitu saja, ia bahkan tak sempat berkenalan dengan sang kehidupan, karena ia selalu sbuk lari dari si kematian, ia berpikir apakah si kematian akan datang ketika si kelaparan menyambanginya, ataukah si kematian akan berkunjung ketika si mara bahaya menyalaminya ketika ia lalai. Semua yang ia lakukan hanyalah sebuah upaya bertahan hidup. Ia tak tahu apapun selain itu, mungkin ia mengenal mengenal kode etik sebagai seorang pemburu, dan aturan moralitas atau agama, namun semua itu hanya sebatas pengetahuan, di dalamnya ia melihat, bahwa dirinya ternyata begitu kosong dan dangkal. Keberadaannya selama ini, adalah identitasnya sebagai seorang pemburu, ia tak mengenal yang lainnya.

Sesekali ia memetik helai demi helai, dan menatap dengan penuh, kenapa ia tak menyadari hal ini sebelumnya, ia bertanya pada dirinya, ia melihat kesibukan dan rutinitasnya telah terlalu menyita perhatiannya. Dalam kehinangan malam, dan sesekali riak air, ia bisa mendengar sayup-sayup suara malam yang terhantarkan bagai salam oleh sang angin, ia pun terhenyak, sekali lagi, ia tak pernah mendengarkan suara malam seperti saat ini, biasanya ia telah terlelap setelah membenahi daging buruannya dan santap malam sebagaimana biasanya.

Terdengar lolongan srigala yang kelaparan tak jauh dari tempatnya berada, secara tiba-tiba ia mengurungkan niatnya memetik daun. Jantungnya mulai berdegup kencang, Lubdaka tahu, pikirannya berkata bahwa jika ia membuat sedikit saja suara, si pemilik lolongan itu bisa saja menghampirinya, dan bisa jadi ia akan mengajak serta keluarga serta kawan-kawannya untuk menunggu mangsa lesat di bawah pohon, walau hingga surya muncul kembali di ufuk Timur. Ia berusaha memelankan napasnya, dan menjernihkan pikirannya. Walau ia dapat memelankan napasnya, namun pikirannya telah melompat ke beberapa skenario kemungkinan kematiannya dan bagaimana sebaiknya lolos dari semua kemungkinan itu. Beberapa saat kemudian, ketenangan malam mulai dapat kembali padanya. Ia mendengarkan beberapa suara serangga malam, yang tadi tak terdengar, ah… ia ingat, ia terlalu ketakutan sehingga sekali lagi tak memperhatikan. Sebuah helaan napas yang panjang, ia masih hidup, dan memikirkan kembali bagaimana ia berencana untuk lolos dari kematian yang terjadi, ia pun tersenyum sendiri, ia cukup aman di sini. Namun Lubdaka melihat mulai melihat sesuatu dalam dirinya, yang dulu ia pandang sambil lalu, sesuatu yang yang ia sebut ketakutan. Lubdaka menyadari bahwa ia memiliki rasa takut ini di dalam dirinya, sesuatu yang bersembunyi di dalam dirinya, ia mulai melihat bahwa ia takut terjatuh dari pohon, ia takut dimangsa hewan buas, bahkan ia takut jika tempat persembunyiannya disadari oleh hewan-hewan yang buas, ia takut tak berjumpa lagi dengan keluarganya. Setidaknya ia tahu saat ini, ia berada di atas sini, karena takut akan tempat yang di bawah sana, tempat di bawah sana mungkin akan memberikan padanya apa yang disebut kematian. Dan ketakutan ini begitu mengganggunya.

Ia kembali memetik sehelai daun dan menjatuhkannya ke mata air, namun secara tak sadar oleh kegugupannya, ia memetik sehelai daun lagi dengan segera, secepat itu juga ia sadar bahwa tangannya telah memetik sehelai daun terlalu cepat. Ia memandangi helaian daun itu, di sinilah ia melihat sesuatu yang sama dengan apa yang ia takutkan, ia melihat dengan jelas sesuatu pada daun itu, sesuatu yang disebut kematian. Daun yang ia pisahkan dari pohonnya kini mengalami kematian, namun daun itu bukan hewan atau manusia, ia tak bisa bersuara untuk menyampaikan apa yang ia rasakan, ia tak dapat berteriak atau menangis kesakitan, ia hanya … hanya mati, dan itulah apa yang si pemburu lihat ketika itu.

Selama ini Lubdaka selalu melihat hewan-hewan yang berlari dari kematiannya dan yang menjerit kesakitan ketika kematian yang dihantarkan sang pemburu tiba pada mereka, Lubdaka telah mengenal sisi kematian sebagai suatu yang menyakitkan, dan kengerian yang timbul dari pengalamannya akan saksi kematian, telah menimbulkan ketakutan di dalam dirinya. Ia melihat ia sendiri telah menjadi buruan akan rasa takutnya. Lubdaka telah melihat bentuk kematian di luar sana, termasuk yang kini dalam kepalan tangannya, ia kini masuk ke dalam dirinya, dan ingin melihat kematian di dalam dirinya, namun semua yang ia temukan hanyalah ketakutan akan kematian, ketakutan yang begitu banyak, namun si kematian itu sendiri tak ada, tak nyata kecuali bayangan kematian itu sendiri. Lubdaka pun tersenyum, aku belum bertemu kematian, yang menumpuk di sini hanyalah ketakutan, hal ini begitu menggangguku, aku tak memerlukan semua ini. Lubdaka melihat dengan nyata bahwa ketakutannya sia-sia, ia pun membuang semua itu, kini ia telah membebaskan dirnya dari ketakutan. Ia pun melepas tangkai daun yang mati itu dari genggamanannya, dan jatuh dengan begitu indah di atas permukaan air. Diapun tidak menyadari bahwa malam itu adalah malam Siva (Siva Ratri). Dimana Siva sedang melakukan tapa brata yoga semadi. Barang siapa pada malam itu melakukan brata (mona brata: tidak berbicara, jagra: Tidak Tidur, upavasa: Tidak makan dan minum) maka mereka akan dibebaskan dari ikatan karma oleh Siva.

Ufuk Timur mulai menunjukkan pijar kemerahan, Lubdaka memandangnya dari celah-celah dedaunan hutan, dalam semalam ia telah melihat begitu banyak hal yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Kini ia telah berkenalan dengan kehidupan dan melepas ketakutan-ketakutannya, ia telah mulai mengenal semua itu dengan mengenal dirinya.

Lubdaka begitu senang ia dapat tetap terjaga walau dengan semua yang ia alami dengan kekalutan dan ketakutan, kini sesuatu yang lama telah padam dalam dirinya, keberadaannya begitu ringan, tak banyak kata yang dapat melukiskan apa yang ia rasakan, begitu hening, sehingga ia bisa merasakan setiap gerak alami kehidupan yang indah ini, setiap tiupan yang dibuat oleh angin, dan setiap terpaan sinar yang menyentuhnya. Kini sang pemburu memulai perjalanannya yang baru bersama kehidupan.

Dia menyadari bahwa berburu bukanlah satu-satunya pilihan untuk menghidupi keluarganya. Setelah dia melewati perenungan di malam tersebut, kesadaran muncul dalam dirinya untuk merubah jalan hidupnya. Dia mulai bercocok tanam, bertani hingga ajal datang menjemputnya.

Saat dia meninggal, Atmanya (Rohnya) menuju sunia loka, bala tentara Sang Suratma (Malaikat yang bertugas menjaga kahyangan) telah datang menjemputnya. Mereka telah menyiapkan catatan hidup dari Lubdaka yang penuh dengan kegiatan Himsa Karma (memati-mati). Namun pada saat yang sama pengikut Siva pun datang menjemput Atma Lubdaka. Mereka menyiapkan kereta emas. Lubdaka menjadi rebutan dari kedua balatentara baik pengikut Sang Suratma maupun pengikut Siva. Ketegangan mulai muncul, semuanya memberikan argumennya masing-masing. Mereka patuh pada perintah atasannya untuk menjemput Atma Sang Lubdaka.

Saat ketegangan memuncak Datanglah Sang Suratma dan Siva. Keduanya kemudian bertatap muka dan berdiskusi. Sang Suratma menunjukkan catatan hidup dari Lubdaka, Lubdaka telah melakukan banyak sekali pembunuhan, sudah ratusan bahkan mungkin ribuan binatang yang telah dibunuhnya, sehingga sudah sepatutnya kalo dia harus dijebloskan ke negara loka.

Siva menjelaskan bahwa; Lubdaka memang betul selama hidupnya banyak melakukan kegiatan pembunuhan, tapi semua itu karena didasari oleh keinginan/niat untuk menghidupi keluarganya. Dan dia telah melakukan tapa brata (mona brata, jagra dan upavasa/puasa)  salam  Siva Ratri/Malam Siva, sehingga dia dibebaskan dari ikatan karma sebelumnya. Dan sejak malam itu Dia sang Lubdaka menempuh jalan hidup baru sebagai seorang petani. Oleh karena itu Sang Lubdaka sudah sepatutnya menuju Suarga Loka (Sorga). Akhirnya Sang Suratma melepaskan Atma Lubdaka dan menyerahkannya pada Siva. (Kisah ini adalah merupakan Karya Mpu Tanakung, yang sering digunakan sebagai dasar pelaksanaan Malam Siva Ratri).

Di malam Siva Ratri ada tiga brata yang harus dilakukan:

1. Mona: Tidak Berbicara

2. Jagra: Tidak Tidur

3. Upavasa: Tidak Makan dan Minum

Siva Ratri datang setahun sekali setiap purwani Tilem ke-7 (bulan ke-7) tahun Caka.

Kami mohon maaf bila ada kekurangan, kesalahan dalam penyampaian kisah ini, yang merupakan karya besar leluhur kami yang maha suci Mpu Tanakung. Sembah sujud kami pada Beliau, atas karya sucinya yang telah memberikan penerangan kepada kami.

Om Santi Santi Santi Om

Mantram Panca Sembah

Mantra Kramaning Sembah / Panca Sembah

Panca Sembah

1. Mantra untuk menghaturkan sembah puyung :

"Om atmaa tattvaatmaa suddhamaam svaha"

“Oh keseluruhan yang lengkap, atma, atmanya kehidupan ini bersihkan dan sucikan diri hamba”.



2. Mantra untuk menghormat pada Sang Hyang Surya, sebagai saksi abadi dalam kehidupan ini. Menyembah bhatara Surya juga berarti memuja kebesaran sinar suci Tuhan dalam aspek beliau sebagai sumber cahaya yang memberikan kehidupan di alam semesta ini. Dengan sarana bunga purih, dan mantra berikut:

"Om Adityasyaaparam jyotir rakta teja
Namo stute, sveta pankaja madhyaastha
Bhaaskaraaya namo stute"

“Oh keseluruhan yang lengkap, sinar Surya yang maha hebat, hormat padaMU, yang berada ditengah-tengah teratai putih, hormatku padaMU wahai pembuat sinar”.


3. Kemudian menyembah kebesaran Tuhan, sinar sucinya dalam aspek Ista Dewata. Ista Dewata adalah dewata yang khusus dipuja pada waktu tertentu dan dimohonkan kehadirannya oleh para bhakta. Bali yang lebih dikenal dengan Siddhanta Siwanya, tentu saja yang lebih menonjol adalah ista dewata dalam aspeknya sebagai Hyang Siwa, dengan mantra sebagai berikut:

"Om Nama devaa adhisthanaaya
Sarva vyaapi vai sivaaya
Padmaasana ekapratisthaya
Ardhanaresvaryai namo namah"


“Oh keseluruhan yang lengkap, kepada dewata yang bersemayam pada tempat yang tinggi, kepada Hyang Siwa yang sesungguhnya berada dimana-mana, kepada dewata yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai, hamba memuja-MU”.

4. Kemudian memuja kebesaran Ida Sang Hyang Widhi sebagai pemberi keselaamatan, kesejahteraan dan sebagai pemberi anugrah, dengan sarana kawangen :

"Om anugraha manoharam
Devadattaanugrahakam
Arcanam sarvaapuujanam
Namah Sarvaanugrahakam
Deva devi mahaasiddhi
Yajnanga nirmalaatmaka
Laksmii siddhisca, diirgahaayu
Nirvighna sukha vrddhisca"


“Oh keseluruhan yang lengkap dan sempurna, yang memberikan anugrah dan menarik hati, anugrah dari dewata yang agung puja semua pujaan. Hormat padaMU wahai pemberi anugrah. Dewa dan dewi yang selalu berhasil, berbadan yadnya, suci, panjang umur, dan bahagia tanpa halangan”.

5. Kemudian menghaturkan sembah puyung sekali lagi dengan mantra :
"Om deva suuksma paramaacintyaaya nama svahaa"

“Oh keseluruhan yang lengkap dan sempurna, hormat kepada-Mu wahai dewata yang maha gaib dn tak terlukiskan”.

6. Kemudian setelah melakukan kramaning sembah, dilanjutkan dengan nunas tirtha. Percikan tirtha tiga kali, minum tiga kali, dan raup wajah tiga kali. Gunanya adalah untuk menyucikan pikiran, perkataan dan perbuatan kita, sembari memohoh tirtha kehidupan kehadapan para dewata dengan menggunakan mantra:

"Om ang Brahma amertha ya namah
Om ung Wishnu amrtha ya namah
Om mang Iswara amrtha ya namah
"

7. Setelah itu, minum tirtha tiga kali dengan mengucapkan doa :

"Om sarira paripurna ya namah
Om ang ung mang sarira suddha pramatya ya namah
Om ung ang samo sampurna ya namah"

8. Setelah minum tiga kali, dilanjutkan dengan membasuh muka sebanyak tiga kali, dengan doa :

"Om Siwa sampurna ya namah
Om Sadasiwa paripurna ya namah
Om Paramasiwa suksma ya namah"

9. Kemudian dilanjutkan dengan nunas bija, dan menggunakan doa :

"Om Purnam bhawantu
Om ksama sampurna ya namah 
"
BUKTI DARI REINKARNASI

Reinkarnasi Tan Jiangshan

 Reinkarnasi Tan Jiangshan
  Kiri : Tang Jiangshan & Kanan : Chen Mingdao
Ada seorang anak, bernama Tang Jiangshan yang lahir pada tahun 1976 di Dong Fang, Kecamatan Gan Cheng, propinsi Hai Nan, China
Banyak hal aneh yang terjadi didunia ini, dan tidak sedkit diantaranya sulit untuk dijelaskan secara alamiah. Salah satu contoh dari hal terebut adalah mengenai hal yang disebut "REINKARNASI" atau yang di dalam ajaran agama Hindu disebut dengan "PUNARBHAWA"
. Beberapa kasus tetang manusia yang masih ingat dengan kehidupannya yang terdahulu pernah terjadi di berbagai belahan dunia, salah satunya adalah kasus yang terjadi di negara tirai bambu ini. 

Sewaktu berumur 3 tahun, tiba-tiba ia mengatakan kepada kedua orangtuanya: “Saya bukan anak kalian. Pada kehidupan lampau nama saya adalah Chen Mingdao, ayah kehidupan lampauku bernama San Die. Rumah saya di Dan Zhou, dekat laut.” Omongan ini kalau didengar orang lain bagaikan omong kosong, perlu diketahui, Dan Zhou terletak di utara pulau Hai Nan, berjarak 160 km dari kota Dong Fang.

Selain itu, Tang Jiangshan mengatakan bahwasanya dirinya dibunuh dengan menggunakan golok dan tombak di dalam aksi kekerasan pada masa revolusi kebudayaan, konon di bagian pinggangnya masih terdapat bekas luka bacok peninggalan kehidupan masa lalu. Yang membuat orang merasa takjub ialah 
Tang Jiangshan mampu berbicara dialek Dan Zhou dengan sangat fasih. Orang Dan Zhou berbicara bahasa Jun, berbeda sekali dengan dialek Hok Kian yang digunakan oleh penduduk kota Dong Fang. Bayangkan, seorang bocah baru berumur beberapa tahun (balita), bagaimana bisa?
 
Foto baris atas : Tan Jiangshan di kehidupan sekarang (pasca reinkarnasi)
Foto baris bawah : Chen Mingdao di kehidupan masa lampau (pra reinkarnasi)
Pada saat Tang Jiangshan berumur 6 tahun, ia mendesak orang tuanya agar membawanya mengunjungi kerabatnya pada kehidupan masa lampau. Keluarganya tidak mau, maka ia mogok makan, akirnya sang ayah menurutinya, dan mereka pun pergi menuju tempat yang dimaksud. Yaitu desa Huang Yu, kecamatan Xin Ying – kota Dan Zhou.

Tang Jiangshan langsung menuju ke hadapan pak tua Chen Zan Ying, menggunakan bahasa Dan Zhou dan memanggilnya “San Die”, mengatakan dirinya bernama Chen Mingdao, yang pada masa revolusi besar kebudayaan oleh karena bentrokan fisik sehingga dibinasakan orang. Sesudah meninggal terlahir kembali di kecamatan Gan Cheng – kota Dong Fang, kini datang mencari orang tua kehidupan masa lampaunya.

Mendengar penuturan itu, Chen Zan Ying sejenak tertegun tak tahu bagaimana harus bersikap. Kemudian si anak kecil menunjukkan kamar tidur kehidupan masa lampaunya, dan menghitung satu persatu benda-benda pada kehidupan lampaunya. Menyaksikan semuanya ini dengan kenyataan pada masa lalu sama sekali tidak meleset, pak tua Chen Zan Ying saking terharunya berpelukan menangis dengan Tang Jiangshan dan memastikan ia memang adalah kelahiran kembali anaknya yang bernama Chen Mingdao.

Tang Jiangshan juga telah mengenali kedua kakak perempuan dan kedua adik perempuannya serta para sobat kampung lainnya, bahkan termasuk teman wanita pada kehidupan masa lampaunya: Xie Shuxiang. Semua kejadian ini telah membuat takjub kerabat dan tetangga Chen Mingdao. Sejak saat itu, “Manusia aneh dari 2 masa kehidupan” ini, Tang Jiangshan, memiliki 2 rumah dan 2 pasang orang tua. 
Ia setiap tahun hilir mudik antara Dong Fang dan Dan Zhou. Si tua Chen Zan Ying beserta keluarga dan orang-orang desa menganggap Tang Jiangshan sebagai Chen Mingdao. Oleh karena Chen Zan Ying tidak memiliki putra lainnya, Tang Jiangshan berperan menjadi anaknya dan berbakti hingga tahun 1998 ketika Chen Zan Ying meninggal dunia.
Kisah ini sempat dimuat beberapa media lokal, termasuk Majalah Femina Dunia Timur. Para editor majalah tersebut pada awalnya juga tidak percaya akan hal tersebut, namun melalui pemeriksaan berulang kali dan pembuktian lapangan, mau tak mau mengakui kebenaran tentang kejadian tersebut.

Dari cerita diatas dapat kita petik kesimpulan bahwa Punarbhawaa memang benar benar ada, untuk bisa terlepas dari Punarbhawa kita harus menghilangkan kegelapan atau hal buruk yang disebut dengan Awidya, dengan cara diselalu berusaha menjalankan perintah dan menjauhi larangan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

"Om Shanti , Shanti , Shanti Om"



Punarbhawa Atau Reinkarnasi Menurut Hindu

Punarbhawa Atau Reinkarnasi Menurut Hindu
Dalam bahasa Sansekerta reinkarnasi disebut sebagai Punarbhawa. Kata tersebut berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Punar artinya “lagi”, sedangkan Bhawa artinya “menjelma”. Maka dengan demikian Punarbhawa memiliki arti 
 kelahiran kembali yang berulang-ulang . Punarbhawa atau Samsara adalah bagian keempat dari Panca Sradha sebagai dasar keyakinan Umat Hindu . Pengertian sederhananya adalah, bahwa pada saat seseorang meninggal dunia maka jiwatman (roh) akan melepaskan badan jasmaninya (stula sarira), menuju sorga atau neraka. Untuk meningkatkan kualitas jiwatman maka setelah waktu tertentu jiwatman kembali kedunia melalui proses kelahiran dengan menggunakan badan jasmani yang baru. Proses jiwatman meninggalkan jasmani dalam Agama Hindu disebut  stula sarira kemudian lahir kembali menggunakan jasmani yang baru, inilah yang disebut dengan Punarbhawa
Kelahiran kembali  dalam ajaran agama Hindu  merupakan sesuatu hal yang ditunggu karena berhubungan dengan karmaphala yang kita perbuat di kehidupan masa lalu dan Jiwatman yang masih dipengaruhi oleh kenikmatan, dan kematian akan diikuti oleh kelahiran. Akan tetapi Kelahiran kembali juga harus dihindari karena merupakan penghambat dari tujuan agama Hindu yaitu moksa yang merupakan kelepasan atau kebebasan atma (roh) dari ikatan duniawi dan lepas juga dari putaran Reinkarnasiatau Punarbawa kehidupan, selanjutnya atma (roh) tersebut akan Kembali bersatu dengan Brahman (Tuhan Yang Maha Esa) yang kekal dan abadi.
Kelahiran kembali memiliki hubungan yang erat dengan ajaran Tri Rna yaitu tiga hutang yang harus dibayar sehubungan dengan keberadaan kita. Pertama yaitu Dewa Rna merupakan  hutang yang harus dibayar kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menyebabkan kita ada di dunia ini. Rna yang kedua yaitu hutang yang harus dibayar manusia kepada leluhur termasuk orang tua kita, karena jasa para Leluhur dan orang Tua kita  yang sehubungan dengan kelahiran kita serta perhatiannya semasa hidup. Rna yang ketiga yaitu Hutang yang harus dibayar kepada para Rsi, pendeta, dan para guru lainya atas bimbingannya selama ini dan mendidik manusia untuk belajar kebenaran. Ketiga hutang tersebut harus dibayar dengan perbuatan-perbuatan yang baik pada kehidupan sekarang ini. Contohnya perbutan sederhana yang harus dilakukan untuk membayar hutang tersebut yaitu yang pertama hutang kepada Tuhan, dilakukan dengan cara rajin sembahyang dan saling menghormati, saling menyayangi sesama mahluk ciptaan Tuhan. Hutang kepada para leluhur yaitu dengan jalan menghormati dan selalu mengingat leluhur kita dimanapun kita berada dan apapun yang kita kerjakan serta dengan menghormati dan menyayangi kedua orang tua kita. Hutang yang ketiga yaitu hutang kepada para Rsi atau para guru dengan cara menghormati dan melaksanakan ajaran-ajaran serta tugas-tugas yang mereka berikan dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab.
Beberapa fakta di dunia bahwa manusia mampu mengingat secara sadar kehidupannya sebelum kelahirannya saat ini. Menurut buku “Reinkarnasi, hidup tidakk pernah mati” oleh Anadas Ra (2007 : 43) Di Delhi, seorang gadis kecil bernama Shanti Dewi memberi gambaran yang jelas mengenai kehidupannya di masa lampau. Ia sanggup mengenali suami dan anaknya pada kelahiran sebelumnya, ketika ia tinggal di Mathura. Ia menunjukkan di mana uangnya disimpan dan sebuah sumur tua yang sekarang sudah tertutup. Semua pernyataannya dibenarkan dan didukung oleh sejumlah saksi. Cameron Macaula, seorang anak yang mampu menceritakan kehidupan masa lampaunya. Harian Inggris The Sun telah memuat di internet berita tentang seorang anak lelaki yang bisa mengingat masa lampaunya. Anak lelaki berusia 6 tahun yang bernama Cameron Macaulay, ia selalu membicarakan bahwa ia mempunyai ibu dan keluarga serta menyukai menggambar rumahnya sendiri, sebuah rumah putih yang terletak di tepi pantai. Semuanya itu tidak lagi berkaitan dengan kehidupannya kini. Tempat yang diceritakannya, dia sendiri tidak pernah tahu, dan terletak di pulau Bara berjarak 160 mil dari kediamannya sekarang ini. Menurut Norma, ibunya Cameron Macaulay sekarang, semenjak kecil Cameron sudah mulai bisa bicara, ia sudah lantas mengkisahkan kehidupan masa kanak-kanaknya sewaktu berada di pulau Bara. Ia mengkisahkan orang tua masa lampaunya dan bagaimana ayahnya meninggal, juga kakak perempuan maupun kakak laki-lakinya. Ia juga bilang ibu yang ia sebut-sebut ialah ibu masa lampaunya.  Cameron sekeluarga pada bulan Februari 2006 pergi ke pulau Bara. Sewaktu pesawat itu benar-benar mendarat, segalanya persis dengan yang diceritakan oleh Cameron. Pihak penginapan memberitahu Norma, pernah ada bernama Robertson menempati rumah putih di tepi pantai. Para orang dewasa pun memahami Cameron bukan sedang mengarang cerita, mereka telah mendapatkan jawaban yang mereka cari. Akan tetapi yang jelas, memori terhadap kehidupan masa lampau seiring dengan bertambahnya usia si empunya cerita akan semakin memudar. Kisah Cameron telah dibuatkan film dokumenter yang berjudul “Anak Lelaki Ini Pernah Hidup Di Masa Lampau”oleh TV 5 Inggris.
Manusia umumnya memiliki berbagai sifat yang dapat muncul seiring berkembangnya waktu, salah satunya manusia selalu penasaran terhadap hal tertentu yang dianggapnya menarik. Dikenalnya konsep punarbhawa atau reinkarnasi menjadikan manusia penasaran untuk mengetahui kehidupan mereka di masa lampau. Sama halnya dengan masa depan, umumnya setiap menjelang pergantian tahun masyarakat disibukkan dengan meramal kehidupan mereka yang akan datang. Keinginan seseorang untuk mengetahui kehidupan masa lampaunya menjadi kunci utama untuk mengetahui karma-karma yang harus mereka jalankan di kehidupan sekarang. Dapat dibayangkan apabila setiap manusia mampu mengingat kehidupan sebelumnya, menceritakannya satu kehidupan ke kehidupan lainnya yang kemudian dirangkai menjadi satu kesatuan yang pasti memiliki satu benang merah yang menyebabkan mereka harus menjalani reinkarnasi.

Dapat disimpulkan bahwa keyakinan dengan adanya Punarbhawa ini maka orang harus sadar, bahwa bagaimana kelahirannya tergantung dari karma wasananya. Kalau ia membawa karma yang baik, lahirlah ia menjadi orang berbahagia, berbadan sehat dan berhasil cita-citanya. Sebaliknya bila orang membawa karma yang buruk, ia akan lahir menjadi orang yang menderita. Oleh karena itu kelahiran kembali ini adalah kesempatan untuk memperbaiki diri untuk meningkat ke taraf yang lebih tinggi.


Pembagian Zaman Menurut Hindu


Agama Hindu mengenal adanya 4 (empat) zaman yang disebut “Catur Yuga” yang terdiri dari :
  1. Krtayuga, merupakan masa yang penuh kedamaian dimana pada masa tersebut tidak ada manusia yang berbuat adharma walaupun hanya dalam pikiran. Manusia pada masa itu selalu mematuhi ajaran-ajaran kebenaran dan tiada pernah menyakiti mahluk lain baik dalam pikiran, perkataan maupun perbuatan. Yang ada dalam kehidupan manusia pada masa tersebut adalah : berbuat untuk kesenangan orang lain dan berjalan diatas jalannya dharma sehingga jaman tersebut sering juga dinamakan: Zaman Satya Yuga yang mengandung arti bahwa pada masa itu manusia hidup didalam kesetiaan. “Masa kertayuga ini berlangsung selama 1.460.000 tahun manusia dengan ketentuan masa berikutnya berkurang satu”. (Penjelasan Manawadharmasastra hal. 45).
  2. Trta Yuga, Zaman selanjutnya disebut Trta Yuga yang merupakan masa kedua dari catur yuga. Pada masa ini pikiran manusia mulai dikotori oleh sesuatu kejahatan untuk menghancurkan manusia lainnya. “Pada masa ini mulailah muncul kerajaan-kerajaan yang memisahkan antara golongan yang satu dengan golongan yang lainnya. Masa ini diawali dengan kehancuran Kerajaan Arjuna Sashrabahu dan diakhiri dengan runtuhnya kerajaan Sri Rama: (I Ketut Nila, Penjelasan Mata Kuliah Wiracarita STKIP Agama Hindu Singaraja th. 1988).
  3. Dwapara Yuga, pada masa ini manusia sudah mulai berwatak dua yakni sebagian dirinya merupakan kebaikan dan sebagian lainnya tersimpan kejahatan. Pada zaman ini manusia sudah mulai merasa pamrih untuk membantu orang lain, maksudnya mereka membantu orang lain karena ada maksud dan tujuan untuk mendapatkan imbalan dari pekerjaan yang dilakoninya. “Zaman ini diakhiri oleh pemerintahan Parikesit yang merupakan cucunya dari Arjuna”.
  4. Kali Yuga, merupakan zaman terakhir menurut ajaran Agama Hindu. Bila ditinjau dari segi arti katanya, kaliyuga adalah merupakan kebalikan dari zaman Krta/Satya Yuga, dimana kalau pada zaman krta yuga hati manusia benar-benar tertuju kepada Tuhan sebagai pencipta, pemelihara dan pengembali alam beserta isinya, maka pada zaman kaliyuga kepuasan hatilah yang menjadi tujuan utama dari manusia. Pada zaman ini apabila manusia sudah dapat memenuhi segala sesuatu yang bersifat keduniawian baik itu berupa harta (kekayaan) ataupun tahta (kedudukan) maka puaslah orang tersebut.
 
 

Tat Twam Asi, Tri Hita Karana dan Tri Kaya Parisudha dalam kehidupan sehari hari

Penerapan Etika Pada Tat Twam Asi , Tri Hita Karana , dan Tri Kaya Parisudha

"Om Swastiastu"

15 november 2014
 
Pada postingan ini saya akan berbagi  mengenai “Penerapan Etika Pada Tat Twam Asi, Tri Hita Karana, dan Tri Kaya Parisudha di dalam kehidupan sehari hari”

  • Tat twam asi
Dilihat dari arti kata, Tat Twam Asi terdiri dari tiga kata, yaitu Tat berarti itu (dia), Twam berarti kamu, Asi berarti adalah. Jadi,
Tat Twam Asi artinya itu/dia adalah kamu/engkau, dan juga saya adalah kamu. Tat Twam Asi adalah kata-kata dalam filsafat Hindu yang mengajarkan kesusilaan tanpa batas. Pada dasarnya semua mahluk adalah sama, sama-sama diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tat twam asi (itu adalah kamu), yaitu tidak saling menyakiti kepada semua mahluk. Kita di agama hindu meyakini bahwa setiap mahluk hidup memiliki jiwa atau atma yang merupakan sumber kehidupan pemberian Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Oleh karena itu sudah tentu kita dilarang untuk menyakiti sesama mahluk ciptan-Nya.  Implementasi tat twam asi pada kehidupan sehari –hari yaitu misalnya setiap orang tua selalu mengajarkan dan menyarankan kepada anak-anaknya untuk tidak saling menyakiti kepada sesama makhluk. ataupun selalu menghormati
  • Tri hita karana
Tri Hita Karana berasal dari kata “Tri” yang berarti tiga, “Hita” yang berarti kebahagiaan dan “Karana” yang berarti penyebab. Dengan demikian Tri Hita Karana berarti “Tiga hal yang  menyebabkan  terciptanya kebahagiaan dan kedamaian”. Tri Hita Karana adalah tiga hubungan atau interakasi yang harus di seimbangkan dan diselaraskan agar kebahagiaan dan kesejahteraan dapat tercapai dengan baik. Adapun bagian-bagian dari Tri Hita Karana yaitu:
1) Prahyangan
 yaitu hubungan manusia dengan sang pencipta, agar hubungan manusia dengan Hyang Widhi (Parahyangan) selalu harmaonis maka wujud nyata yang dapat dilakukan yaitu dengan minimal sembahyang (Tri Sandya) tiga kali sehari serta selalu melakukan dan mengikuti  kegiatan-kegiatan Bhakti lainnya,
2) Pawongan
yaitu hubungan manusia dengan sesama manusia, agar keharmonisan hubungan manusia dengan sesama manusia (Pawongan) selalu terwujud maka diperlukan sikap yang saling harga-menghargai dan sikap saling hormat-menghormati atau yang biasa kita sebut dengan istilah toleransi antar sesama dengan demikian, keharmonisan itu akan dapat tercapai
3) Palemahan
yaitu hubungan manusia dengan lingkungan atau alam, agar keharmonisan hubungan manusia dengan alam (Palemahan) dapat terjaga maka kita sebagai manusia yang merupakan sentral dari pelaksana ajaran Tri Hita Karana agar selalu dapat menjaga lingkungan kita, agar  tetap selalu bersih dan selalu melestarikannya tanpa hanya memanfaatkan sumber daya alamnya saja.
  • Tri kaya parisudha
Tri Kaya Parisudha berasal dari kata “Tri” yang berarti tiga, “Kaya” berarti perilaku atau perbuatan, dan “Parisudha” yang berarti baik, bersih, mulya,  suci atau disucikan. Jadi Tri Kaya Parisudha artinya tiga perilaku manusia berupa pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik dan benar yang dilandaskan pada ajaran Dharma. Tri Kaya Parisudha dapat juga diartikan sebagai tiga dasar prilaku manusia yang harus disucikan, yaitu manacika, wacika, dan kayika. Manacika berarti berfikir yang baik, wacika berarti berkata yang baik, dan kayika berarti perbuatan yang baik. Adanya pikiran yang suci, bersih dan baik akan mendasari perkataan yang baik, sehingga terwujudlah perbuatan yang baik pula.

Tiga macam implementasi pengendalian pikiran (manacika) dalam usaha untuk menyucikannya yaitu:
1. Tidak menginginkan sesuatu yang tidak layak atau halal. Hal yang dimaksud adalah selalu berusaha untuk mendapatkan segala sesuatu dengan cara yang baik dan  benar.
2. Tidak berpikiran negatif terhadap makhluk lain. Kita sering kali berfikir negatif berdasarkan sesuatu yang baru saja kita lihat. Tentunya hal itu bukanlah jaminan, akan jauh lebih baik dan bijak jika kita selalu mengutamakan pemikiran yang positif dibandingkan dengan pikiran negatif.
3. Tidak mengingkari hukum karma phala. Hukum karma adalah hukum yang mengikat seluruh makluk hidup yang ada di dunia ini, hal yang paling gampang utnuk dibuktikan adalah ketika kita menanam jambu maka jambulah yang akan kita panen dimasa depan, bukan jeruk atau buah lainnya. Begitu pula dengan pebuatan kita, jika kita selalu berbuat baik dan iklas tentu saja kebaikan dan kedamaian yang akan kita temui, dan begitu pula sebaliknya.

Terdapat empat macam perbuatan melalui perkataan (wacika)yang patut di kendalikan, yaitu:
1. Tidak suka mencaci maki.
2. Tidak berkata-kata kasar pada siapapun.
3. Tidak menjelek-jelekan, apalagi memfitnah makhluk lain.
4. Tidak ingkar janji atau berkata bohong.

Terdapat tiga macam perbuatan fisik (kayika)  yang harus dikendalikan yaitu:
1. Tidak menyakiti, menyiksa, apalagi membunuh-bunuh makhluk lain.
2. Tidak berbuat curang, sehingga berakibat merugikan siapa saja.
3. Tidak berjinah atau yang serupa itu.


    Didalam kehidupan sehari hari, Wujud sembah bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi dengan cara mengamalkan ajaran Tri Hita karana yang dilandaskan dengan sikap Tri Kaya Parisudha serta ajaran Tat Twam Asi sangatlah menentukan tingkat kebahagiaan hidup seseorang. Jika setiap Umat hindu mau dengan tulus iklas melaksanakannya, niscaya kedamaian, kebahagiaan dan ketentraman akan selalu menyertai.

   Pada intinya, hal yang datang kepada kita atau hal yang kita dapatkan,  baik itu hal yang mulia maupun hal yang buruk tergantung dari diri kita sendiri. jika kita ingin mendapatkan hal yang baik, maka mulailah melakukan perbuatan kebaikan yang berlandaskan Dharma. Semoga artikel ini bisa menjadi motivasi dan bimbingan buat kita semua.

   "Om Shanti, Shanti, Shanti Om"







 PUJA TRI SANDYA


Masih banyak umat Hindu di Indonesia yang belum memahami dan mengetahui arti dari Puja Tri Sandhya, doa sehari hari kita. Apakah mengerti arti Puja Tri Sandhya itu penting? Menurut saya itu penting. Agar pada saat mengucapkannya kita bisa menghayati isinya. Berikut adalah mantra Puja Tri Sandhya beserta artinya: Om Bhur Bvah Svah.
Trisandya atau Puja Trisandya adalah mantram dalam agama Hindu khususnya bagi umat Hindu di Bali dan umat Hindu di Indonesia pada umumnya. Mantram Trisandya dilaksanakan untuk persembahyangan 3 ( tiga) kali dalam sehari yaitu pagi hari pada saat matahari baru terbit (pukul: 06.00) siang hari pada saat matahari tepat berada diatas kepala (pukul 12.00) dan sore hari pada saat matahari terbenam (pukul 18.00). Bait pertama dari trisandya adalah berasal dari Gayatri Mantram yang tertuang dari Veda.
Berikut adalah mantra Puja Tri Sandhya beserta artinya: Om Bhur Bvah Svah.
 
Tat savitur varenyam
bhargo devasya dhimahi
dhiyo yo nah pracodayat
Ya Tuhan! Kau penguasa ketiga dunia
kami memusatkan pikiran pada kecemerlangan
dan kemuliaan Hyang Widhi
Semoga Ia berikan semangat pikiran kita
Om Narayana evedam sarvam
yad bhutam yacca bhavyam
niskalanko niranjano
nirvikalpo nirakyatah
suddho deva eko
Narayano na dvit'yo sti kascit
Ya Tuhan! Narayana adalah semua ini
yang telah ada dan yang akan ada
bebas dari noda, bebas dari kotoran,
Bebas dari perubahan, tak dapat digambarkan
Sucilah Narayana
Ia hanya satu tidak ada yang kedua

Om Tvam sivah tvam mahadevah
Isvarah paramesvarah
Brahma Vishnusca Rudrasca
Purusah Parikirtitah
Ya Tuhan! Engkau dipanggil Siwa, Mahadewa,
Iswara, Parameswara,
Brahma, Wisnu, Rudra,
dan Purusa

Om Papoham papakarmaham
Papatma papasambhavah
Trahi mam pundarikaksa
Sabahyabhyantarah sucih
Ya Tuhan! Hamba ini papa, perbuatan hamba papa
diri hamba papa, kelahiran hamba papa
Lindungilah hamba
Hyang Widhi, sucikanlah jiwa dan raga hamba

Om Ksamasva mam Mahadeva
Sarvaprani hitankara
Mam moca sarva papebyah
Palayasva sada Siva
Ya Tuhan! Ampunilah hamba Hyang Widhi
Yang memberikan keselamatan
kepada semua makhluk
bebaskan hamba dari segala dosa, O Hyang Widhi

Om Ksantavyah Kayikodosah
Ksantavyo vaciko mamah
Ksantavyo manaso dosah
Tat pramadat ksamasva mam
Ya Tuhan! Ampunilah dosa perbuatan hamba
Ampunilah dosa perkataan hamba
Ampunilah dosa pikiran hamba
Ampunilah hamba dari segala kelalaian hamba

Om Santih Santih Santih Om
Ya Tuhan! Semoga damai, damai, damai, Ya Tuhan!
Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!